Get me outta here!

Selasa, 16 April 2013

Review "The People Could FLy"

Judul: The People Could Fly
Penulis: Virginia Hamilton
Ilustrasi: Leo dan Diane Dillo
Penerbit: Random House
Tebal: 32 halaman
Bahasa: Inggris

Kisah “The People Could Fly” mengambil latar belakang di daratan Afrika. Diceritakan bahwa dahulu beberapa orang dapat terbang, mereka mempunyai sayap yang hitam dan berkilau. Namun, perbudakan akhirnya mengubah hidup orang-orang ini. Sayap-sayap mereka terlepas, hingga kemampuan untuk terbang tak pernah lagi dibicarakan. Mereka pun membentuk kelompok bersama orang-orang yang memang tak mempunyai kemampuan terbang sejak awal. Semua bekerja di bawah tekanan karena adanya perbudakan.

Salah satu orang yang dahulu bisa terbang bernama Toby. Ada pula wanita bernama Sarah yang selalu menggendong bayinya ketika bekerja. Karena lapar, bayi Sarah menangis. Sarah tak bisa melakukan apa-apa karena tak punya makanan. Pengawas melihat hal ini dan memarahi Sarah, menyuruh bayinya diam. Toby berusaha menolong Sarah. Ia membisikkan kata-kata ajaib, dan tiba-tiba kemampuan Sarah kembali. Ia bisa terbang dan membawa anaknya menjauh dari pengawas.

Toby melakukan hal yang sama pada banyak orang. Ia membisikkan kata-kata yang membuat orang-orang tersebut mengingat kemampuan terbang mereka. Satu persatu mereka terbang memenuhi angkasa meninggalkan pengawas. Namun, tak semua dari orang-orang itu memiliki kemampuan terbang. Bagaimana dengan mereka yang tak bisa terbang? Dapatkah mereka lolos dari perbudakan? Simak cerita selengkapnya dalam buku ini.

The People Could Fly” merupakan kisah yang penuh dengan pesan sosial, bahwa setiap orang berhak mendapatkan kebebasan. Banyak pesan yang tersirat dalam buku ini, membutuhkan pemahaman lebih agar pembaca dapat mengerti apa yang ingin disampaikan oleh Virginia Hamilton. Sepanjang cerita pembaca akan disuguhi ilustrasi yang menarik sekaligus menyentuh. Buku ini telah mendapat beberapa penghargaan seperti Coretta Scott King Illustrator Honor Book dan ALA Notable Children’s Book. Virginia Hamilton sendiri sebelumnya telah memenangkan banyak penghargaan, antara lain Newberry Honor, Hans Christian Andersen Medal, dan Laura Ingalls Wilder Medal. Ilustrator buku ini juga pernah memenangkan Caldecott Medal.

Meski dilabeli sebagai buku anak-anak, kisah ini bisa dibaca orang dewasa karena banyak membawa pesan sosial. Jika anak-anak ingin membacanya, disarankan agar didampingi oleh orang dewasa pula.

Minggu, 14 April 2013

Bobo....Life begins 40


 Masih ingat kalimat ini?

“Lagi-lagi kau terlambat pulang,” Emak mengomel kepada Bobo.
“Sin, hari ini, aku akan mentraktir kalian makan di restoran,” kata Paman Kikuk.
“Bona, kita mancing, yuk?” ajak Rong Rong.

Cuplikan diatas merupakan salah satu cuplikan dari cerita bergambar Negeri Kelinci; Paman Kikuk, Husin dan Asta; serta Bona Gajah Kecil Berbelalai Panjang yang terdapat dalam Majalah Bobo.
Majalah Bobo adalah majalah anak-anak pertama yang berwarna di Indonesia. Sebagian isinya berasal dari bahan-bahan Majalah Bobo Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ya, Majalah Bobo di Indonesia merupakan hasil kerja sama Kelompok Kompas Gramedia dengan Majalah Bobo di Belanda. Namun kini isi Majalah Bobo seluruhnya dibuat dan dikerjakan oleh staf redaksi Bobo Indonesia. Isi dan penampilannya pun semakin bervariasi. Hanya nama dan karakter tokohnya yang tetap.
Tujuan dari Majalah Bobo ini adalah untuk memberi didikan melalui bacaan yang seru untuk dibaca oleh anak-anak, sambil diajak untuk bermain. Sebab isi dari Majalah Bobo selain cerita bergambar dan cerita pendek, juga terdapat artikel-artikel yang berisi pengetahuan dan juga artikel yang berisi soal-soal pelajaran SD dari kelas satu sampai kelas enam. Pelajaran yang dimuat antara lain adalah matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Kewarganegaraan. Oleh karena itu slogan dari Majalah Bobo adalah “Teman Bermain dan Belajar”.




Pada tahun 2013 ini Majalah Bobo telah berusia 40 tahun, tepatnya pada tanggal 14 April 2013. Sebab Majalah Bobo terbit pertama kali pada tanggal 14 April 1973. Sudah tua sekali ternyata majalah ini, bahkan lebih tua dari penulis artikel ini. Ya, saya mulai mengenal Majalah Bobo sejak tahun 1992, sejak saya mulai belajar membaca. Dan menemani saya hingga tahun 2000an.
Bosan? Tidak. Bahkan sampai sekarang pun saya masih sering membaca Majalah Bobo di Forum Bacaan Anak Bledug Mrapi. Sehingga sedikit tahu perubahan-perubahan, terutama gambar tokoh, yang terdapat dalam Majalah tersebut. Contohnya gambar Paman Kikuk dari Majalah Bobo tahun 90an berbeda dengan gambar Paman Kikuk tahun 2000an, penambahan tokoh dalam cerita Negeri Kelinci seperti Cimut, Paman G-jet, G-jun dll.


Mengapa tidak bosan? Karena dalam Majalah Bobo cerita yang diberikan sangat menarik dan hikmah yang dipetik bernilai moral sosial. Selain itu banyak tokoh dan artikel pengetahuan yang ditampilkan. Sehingga dapat dijadikan inspirasi dalam berkreasi.
Selamat Ulang Tahun Bobo. Semoga di usia yang ke-40 ini masih terus berkiprah dalam mewarnai dunia anak bangsa. Tetap menjadi “Teman Belajar dan Bermain” sehingga dapat memberikan inspirasi positif demi kemajuan anak bangsa. Semoga semakin berkualitas. (=^.^=)Molmol.

Rabu, 10 April 2013

The Titanic Lost... And Found

Judul: The Titanic Lost... And Found
Penulis: Judy Donnely
Penerbit : Random House, Inc, New York

Buku ini bercerita tentang tragedi kapal Titanic yang begitu dikenal dunia. Kapal Titanic adalah kapal yang begitu mewah dan merupakan kapal terbesar di dunia. Kemewahannya dapat terlihat dari fasilitas-fasilitas yang dimiliki antara lain restoran, kolam renang, gym, dan lain-lain. Hal lain yang juga menunjukkan kemewahan kapal ini terlihat dari tiket perjalanan yang terbilang mahal. Dengan segala kemewahan itu, kapal Titanic bisa dikatakan ibarat istana terapung.
 
Tragedi yang menimpa kapal Titanic sendiri bermula dari dimulainya pelayaran pertama Titanic dari Inggris menuju Amerika pada 10 April 1912. Tidak banyak yang menyangka bahwa itu pelayaran pertama dan terakhir bagi Titanic. Insiden terjadi ketika Titanic berada di tengah Samudra Atlantik di sekitar perairan Kanada pada 14 April 1912. Di dalam pelayaran tengah malam, tiba-tiba kapal menabrak gunung es di tengah lautan. Akibat tabrakan tersebut, lambung kapal pecah dan air laut mulai menggenangi lambung kapal dan akan menenggelamkan kapal tersebut.  Seketika juga terjadi kepanikan di dalam kapal dan orang-orang di dalam kapal berupaya menyelamatkan diri dengan kapal sekoci yang tersedia. Keterbatasan jumlah sekoci di kapal mengakibatkan para penumpang berebut untuk menyelamatkan diri. Pada saat situasi darurat, awak kapal Titanic sempat meminta bantuan melalui radio, tetapi jarak kapal lain dari Titanic begitu jauh. Ada sebuah kapal yang berada tidak jauh dari kapal Titanic yang jaraknya hanya 10 mil yakni Californian, tetapi kapal Californian tidak mengetahui kalau kapal Titanic sedang mengalami masalah, sehingga kapal itu berlalu begitu saja.
 
Setelah suasana mencekam di malam hari dimana kapal Titanic yang menghantam gunung es kemudian tenggelam, akhirnya bantuan yang ditunggu oleh para penumpang yang selamat itu datang. Kapal-kapal penyelamat berusaha menyelamatkan penumpang yang masih berada di kapal sekoci dan terombang-ambing di lautan. Kapal penyelamat berhasil menyelamatkan 705 penumpang  dari total sekitar 2.200 penumpang. Dunia pun terhenyak dengan adanya tragedi kapal Titanic.

Tahun terus berlalu, Kapal Titanic sudah menjadi onggokan di dasar lautan yang dalam. Banyak pemburu harta karun dan peneliti yang berupaya menemukan kapal Titanic. Salah satunya adalah Robert Ballard yang seorang peneliti di bidang kelautan. Robert berusaha menemukan bangkai kapal Titanic dengan bantuan sebuah robot bawah laut yang dilengkapi lampu penerangan dan kamera video, robot tersebut bernama Argo. Setelah bebarapa hari akhirnya penemuan itu membuahkan hasil. Robert berharap bahwa bangkai kapal Titanic yang sudah tenggelam dibiarkan apa adanya dan tidak ingin para pemburu harta karun berusaha mengambil benda-benda di dalamnya.

Yang menarik dari buku ini ialah bahwa di dalam salah satu halaman ada semacam himbauan yang merujuk pada tragedi kapal Titanic dimana himbauan tersebut berisi akan pentingnya prosedur penyelamatan mengingat para penumpang kapal pada dasarnya belum tahu akan apa yang harus dilakukan ketika terjadi insiden. Begitu pula dengan ketersediaan kapal sekoci yang tentunya juga disesuaikan dengan jumlah penumpang yang ada supaya sebanding. Buku ini juga terbilang simpel dan ringkas di dalam menyajikan cerita dilihat dari penggunaan kalimat yang padat.