Get me outta here!

Rabu, 07 November 2012

DUA JAM BERSAMA MURTI BUNANTA


Borobudur Writer Festival telah sukses digelar pada Minggu-Rabu (28-31/10) lalu di Yogyakarta dan Magelang. Para sahabat Bledug Mrapi berkesempatan untuk mengikuti salah satu rangkaian acara yang diadakan di Yogyakarta, yaitu Sharing Menulis Cerita Anak bersama Murti Bunanta. 
Murti Bunanta adalah dosen Universitas Indonesia yang tergabung dalam Kelompok Pecinta Bacaan Anak (KPBA). Selain itu, ia aktif sebagai penulis buku cerita anak, lebih tepatnya adalah cerita rakyat. Sharing dimulai pukul 12.30 WIB dengan cerita dari Murti Bunanta tentang pengalamannya mencari buku karyanya di salah satu toko buku di Yogyakarta. Kemudian acara berlanjut dengan pembacaan cerita rakyat yang ditulis dan dipertunjukkan oleh Ibu Murti. Sesi berikutnya diisi dengan sharing pengalaman beliau dalam menulis cerita anak. 
Banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum menulis cerita anak, sebagai langkah awal tentukan dulu target yang akan kita jadikan konsumen. Konsumen buku anak-anak sangat beragam dilihat dari usia dan kemampuannya. Anak yang berumur 2 tahun memiliki kebutuhan bacaan yang berbeda dengan anak berusia 6 atau 7 tahun. Setelah mengetahui sasaran buku, kita tentukan format buku yang akan kita tulis. Beberapa format yang ditawarkan antara lain kumpulan cerita, cerita bergambar, komik, novel dan lain sebagainya. 
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketebalan buku. Buku untuk anak-anak sebaiknya tidak terlalu tebal dan berat karena bisa jadi anak-anak akan malas untuk membawa dan membacanya. Langkah ketiga adalah memilih cerita yang akan ditulis. Tema-tema seperti kekerasan dan seks sebaiknya dihindarkan dari anak-anak. Namun, jika sisi kekerasan tidak bisa terhindarkan, maka penulis harus mencari ide agar kekerasan tersebut tidak terlalu menonjol dalam cerita. 
Banyak sumber untuk mendapatkan bahan tentang cerita rakyat. Pertama, kita dapat mengambil cerita yang sudah ada. Jika cerita merupakan tradisi lisan, kita dapat melakukan wawancara untuk menggali informasi. Selanjutnya, untuk gaya bahasa dapat kita kembangkan sendiri. Gaya bahasa dan penulisan yang baik dapat kita peroleh dengan banyak membaca buku dan mencoba menuliskan ide yang ada di pikiran kita.
Aspek penting lain yang perlu diperhatikan dalam menghasilkan buku anak adalah ilustrasi. Penulis perlu mengetahui ilustrasi yang diinginkannya. Menurut Ibu Murti, tiap illustrator memiliki gayanya masing-masing, dan kita harus pintar memilih gaya yang sesuai dengan buku yang kita inginkan. Contoh dalam KPBA, terdapat 3 orang illustrator, yaitu GM Sudarta yang biasa menggambar ilustrasi yang ‘cantik’, Mardiyono yang gaya ilustrasinya surealis dan Pak Raden (Suyadi) yang gambarnya tegas.
Proses pencetakan juga memerlukan perhatian tersendiri, terutama mutu warna yang dihasilkan. Seringkali mutu warnanya tidak semenarik yang diinginkan. Maka penting bagi penulis untuk ikut mengontrol proses percetakan.


Acara hari itu diakhiri dengan tanya jawab. Di sesi terakhir, para peserta mendapat kejutan dari GM. Sudarta yang tiba-tiba hadir. Sesi tanya jawab kemudian bertambah menarik dengan tema khusus mengenai ilustrasi. Acara kemudian ditutup pada pukul 14.30 WIB dengan sesi foto bersama antara peserta, panitia dengan Ibu Murti dan Pak GM. Sudarta. Terimakasih Bu Murti Bunanta, terimakasih Pak GM Sudarta, pengetahuan kami menjadi bertambah.:)

Selasa, 06 November 2012

GEN SI KAKI AYAM


Pengarang  : Keiji Nakazawa
Penerbit  : Obor
Bahasa  : Indonesia
Buku komik yang menceritakan kehidupan warga Jepang sesaat sebelum pengeboman Nagasaki dan Hiroshima hingga beberapa tahun setelah selesainya perang dunia II. Bermula dari kisah kehidupan Gen dan keluarganya yang menderita dan dikucilkan akibat  ayah mereka dianggap pengkhianat . Kemudian Amerika menjatuhkan bom atom di Hiroshima, tempat tinggal mereka. Akibat kejadian itu Gen kehilangan ayah, kakak perempuan dan adik laki-lakinya. Kehidupan yang berat dan keras kemudian dijalani Gen. Selain kehilangan anggota keluarga kini Gen juga menghadapi akibat lainnya, yaitu tidak memiliki tempat tinggal dan kesusahan mencari makan. Bahkan berkelahi, menipu, atau mencuri tampak seperti hal yang lumrah. Walaupun kehidupan tampak susah, Gen tetap bersikap ceria dan berusaha tabah menghadapinya. Terkadang ia pun sempat membantu orang lain yang tampak lebih menderita darinya.
Selama perjalan hidup Gen, banyak yang pergi tapi banyak juga yang datang. Selain kehilangan anggota keluarga sebagai akibat langsung ledakan bom atom, Gen juga kehilangan ibunya. Namun Gen juga mendapatkan banyak temam dan saudara baru seperti Shinji. Bersama dengan kerabat-kerabatnya tersebut, Gen terus berjuang memulai hidup yang baru dan mandiri seperti kata bijak ayahnya “Hidup seperti gandum, walau dinjak-injak akan tetap tumbuh”.
Serial komik ini memiliki cerita yang sangat kuat mengenaii penderitaan rakyat Jepang akibat perang dunia II, khususnya akibat bom atom. Penggambaran suasana saat itu yang “keras” dan “penuh perjuangan” merupakan usaha si pengarang untuk membawa pembaca merasakan apa yang dirasakan para koban bom atom. Kesengsaraan yang timbul akibat perang dan fanatisme berlebihan, serta akibat bom atom/nuklir itu sendiri. Namun, ceritanya tidak melulu bernuansa suram dan menyedihkan, keceriaan Gen mampu menawarkan suasana-suasana tersebut. Semangat yang diperlihatkan Gen menyiratkan semangat orang Jepang untuk bangkit dari keterpurukan mereka akibat perang dunia.