Judul
Buku : The Umbrella Thief
Pengarang
: Sybil Wettasinghe (Srilangka)
Bahasa
: Bahasa Inggris
Buku anak yang ditulis dan
digambar sendiri oleh Sybil
Wettasinghe ini bercerita tentang seorang
laki-laki yang kehilangan payungnya. Kiri Mama, begitu nama laki-laki itu, tinggal
di sebuah desa kecil. Betapa bangganya Kiri Mama ketika membawa sebuah payung
indah yang dibelinya di kota. Kiri Mama ingin memamerkannya pada tetangganya di
desa.
Saat dalam perjalanan pulang
setelah membeli payung, Kiri Mama memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah
warung kopi. Kiri Mama tak mau menunjukkan payung barunya itu pada pemilik
warung, maka dia menaruh payung itu di luar. Namun terkejutlah Kiri Mama ketika
mengetahui payung barunya itu hilang. Kiri Mama kembali ke kota dan membeli lagi
sebuah payung baru. Namun, lagi-lagi payung yang baru saja dibelinya itu
kembali raib saat sedang minum kopi di warung yang sama. Kejadian itu terus
berulang kali terjadi. Kiri Mama penasaran sekali, kira-kira siapa yang telah mencuri
payungnya berkali-kali itu? Sebuah cerita sederhana dari Srilangka yang
menceritakan betapa “mewahnya” payung kala itu. Karena memang, tak banyak orang
yang bisa menggunakan payung saat hujan datang, melainkan daun pisang.
Cerita tentang pencuri payung ini
masuk dalam salah satu cerita The Best Children’s Books in The World. Cerita ini
dikenalkan di Srilangka pada 1956 dengan warna hitam putih. Baru pada 1986, The
Umbrella Thief dibuat dalam versi gambar berwarna. Ilustrasi pada cerita anak
ini sangatlah menarik dan membuat kita selalu penasaran siapa pencuri payung
itu.
Sekilas Sybil Wettasinghe
Sybil Wettasinghe (foto: google image)
|
Sybil Wettasinghe adalah
penulis sekaligus illustrator buku anak kenamaan di Srilangka. Lahir pada tahun
1928, Wettasinghe menghabiskan masa anak-anaknya di desa Gintota, Galle,
Srilangka. Pada usia enam tahun dia mengikuti orang tuanya pindah ke Kolombo.
Di ibukota Srilangka itu, Wettasinghe mendapat pendidikan cara Barat. Namun
ketika pindah ke kota, Wettasinghe tidak nyaman dengan orang-orang dan hingar
bingarnya. Baginya komunitas yang nyaman adalah kehidupan di pedesaan seperti
tempat tinggalnya semasa kecil.
Wettasinghe juga tidak begitu
menyukai sekolahnya yang menerapkan aturan ketat, khas didikan sekolah asrama Katholik.
Teman-teman Wettasinghe di sekolah kebanyakan adalah anak kelas menengah yang
memang dipersiapkan untuk menjadi wanita karir. Diharapkan setelah lulus SMA,
mereka akan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi seperti Kedokteran
atau Hukum. Namun, Wettasinghe tidak mau memilih jalan yang sama dengan
kawan-kawannya. Menjelang ujian kelulusan, Wettasinghe bilang kepada orang
tuanya kalau dia ingin menjadi seniman dan memutuskan untuk tidak mengikuti
ujian kelulusan SMA.
Publik Srilangka kemudian
mulai mengakui lukisan Wettasinghe saat sang ayah mengikutsertakan karya-karya
putrinya itu ke Colombo Art Gallery. Dari situlah, Mr. H.D Sugathapala, salah satu
orang yang tertarik dengan lukisan Wettasinghe
menawarinya untuk menggambar ilustrasi untuk buku anak berwarna pertama di
Srilangka. Padahal usianya masih sangat muda, 15 tahun! Perjalanannya sebagai illustrator
berkembang ketika Wettasinghe bergabung di sebuah surat kabar dan kemudian membawanya
ke Lakehouse Publication, di surat kabar Janatha. Semasa bekerja di Janatha, Wettasinghe
mulai sering mengisi kolom untuk halaman anak-anak di sana. Dengan dukungan
dari editornya sendiri, Wettasinghe kemudian mulai serius menulis buku anak yang
hingga kini tercatat sudah ada sekitar 200an cerita.
Yang menarik dari Wettasinghe
adalah dia bukan lulusan sekolah seni. Dia juga tidak pernah belajar pada
seniman terkenal. Di masa mudanya, Wettasinghe lebih tertarik pada tradisi
melukis non Barat dan tidak mau mengikuti tren artistik yang sangat dipengaruhi
Inggris. Dia malah lebih memilih untuk tetap setia dengan karya seniman India,
seperti Jamini Roy dan Nandalal Bose, serta lebih terpengaruh pada
lukisan-lukisan Moghul.
Banyak karya Wettasinghe
yang telah diterjemahkan dalam bahasa Jepang, Inggris, Korea, China, dan
Swedia. Di antaranya, Podda and Poddi, Kuda Hora, Child in Me, serta The
Umbrella Thief.
(foto: google image) |
Kuda Hora (foto: google image) |
0 komentar:
Posting Komentar